Mengapa Game Bajak Laut Abaikan Sejarah Nyata? Pandangan Pengembang

Saya mengakui: saya suka bajak laut. Gaya swashbuckling, dek yang penuh minuman keras, pesona legendaris Blackbeard dan Anne Bonny. Tapi sebagai pengembang game dengan lima tahun pengalaman, saya jadi frustrasi.

Setiap kali melihat game bajak laut baru dengan meriam emas dan peta harta karun gambaran kerangka kartun, saya bertanya: Di mana cerita aslinya?

Ini bukan soal estetika—ini soal integritas.

Mitos vs Mesin

Di studio London tempat saya bekerja, kami pernah membuat prototipe strategi bajak laut berdasarkan logistik angkatan laut abad ke-18: rute kapal, rantai pasokan, bahkan mutiny awak kapal. Kompleks? Ya. Kering? Mungkin. Tapi saat uji coba langsung, pemain justru menyukainya.

Mereka tidak peduli tanpa kompas ajaib atau tambang emas terkutuk. Yang mereka rasakan adalah ketegangan saat membagi air selama badai.

Itu momen penting: manusia bukan hanya mencari fantasi—tapi makna.

Mengapa Pengembang Pilih Fiksi daripada Fakta?

Jujur saja: akurasi sejarah itu sulit.

• Butuh riset (buku asli).
• Memperlambat siklus pengembangan (kami teknisi; suka feedback cepat).
• Dan jujur… tidak laku di Steam dengan tag seperti ‘Aksi Cepat! Rampok! PvP!’

Tapi argumen saya: keaslian bukan membosankan—justru lebih menarik. Ketika mekanik dibuat dari rute perdagangan nyata atau regulasi angkatan laut kolonial, kreativitas malah meluas.

Bayangkan: awak kapal mutiny karena upah tak dibayar di Jamaika—bukan karena NPC ngomong ‘kamu jelek’. Itu drama berbasis fakta. Dan tahu apa? Pemain ingat cerita itu jauh setelah lupa senjata mana punya +5% crit rate.

Desain dengan Tujuan—Bukan Hanya Untung

tidak harus pilih antara menyenangkan dan faktual—kita bisa punya keduanya. Di studio kami, konteks sejarah kini disematkan dalam setiap mekanik:

• Kecepatan kapal berdasarkan spesifikasi zaman itu.
• Nilai mata uang sesuai nilai tukar kolonial asli.
• Bahkan pilihan dialog dipengaruhi surat-surat pelaut zaman dulu.

Kami sebut ini ‘simulasi sejarah ringan’—bukan akademik murni (tak ingin esai di tengah pertempuran), tapi cukup realistis agar setiap pilihan terasa berat, malah jika cuma mau mencuri tong minuman dari galeon Spanyol.

Kesimpulan: Berhenti Menjual Palsu sebagai Petualangan

The next time you play a pirate game and see skull bersinar di atas kapal… tanyakan pada diri sendiri: namun langit biru—haruskah semua game pura-pura birunya ungu?

Saya tidak bilang hilangkan peti harta atau pedang—saya bilang biarkan mereka ada dalam realitas, bukan sebaliknya.